ENTROK - OKKY MADASARI
Judul buku :
ENTROK
Penulis :
Okky Madasari
Cetakan pertama : April 2010
Penerbit :
PT Gramedia Pustaka Utama
Ketebalan :
282 halaman
ISBN :
978-979-22-5589-8
Resensi
Membaca
Entrok sama halnya membaca masa-masa sulit ketika orde baru. Dengan suguhan
latar sederhana, penulis mampu membawa imajinasi pembaca kepada sejarah masa
lampau yang begitu menyedihkan. Penceritaan detail mengenai tokoh utamanya
serta latar dan kondisi sosial ekonomi tempat kejadian perkara menghadirkan
kenikmatan tersendiri bagi pembaca. Penulis dalam novel ini memberikan
pelajaran bagi pembaca, bahwa perempuan juga bisa melakukan pekerjaan
laki-laki, yang pada kala itu seringkali dibedakan dari segi apapun. Hal ini
merupakan kritik bagi ketidaksetaraan gender yang terdapat dalam pola pikir
masyarakat kala itu.
Berawal
dari seorang gadis yang ingin membeli sebuah entrok (BH) yang merupakan suatu
barang mewah di daerah Marni. Perempuan remaja yang merasa tidak nyaman dengan
benjolan di dadanya ini berusaha untuk mendapatkan entrok agar tidak ngelewer.
Setidaknya melalui impian inilah Marni bekerja keras untuk mengumpulkan uang
tanpa menggantungkan neneknya yang juga orang miskin. Pagi hari dia harus
mengupas Singkong dan pulang dari sana harus menjadi kuli di pasar untuk
mendapatkan penghasilan tambahan.
Marni
bekerja keras untuk mengumpulkan uangnya sedikit demi sedikit di dalam lemari
sampai bisa membeli sebuah entrok yang diidam-idamkan. Dia mendapatkannya
dengan rasa bangga dan memberitahukan hal itu kepada tetangga bahwa kerja
kerasnya selama ini tidaklah sia-sia. Satu entrok ternyata belum cukup
memuaskan hati. Marni bertekad untuk membeli entrok-entrok lain dalam berbagai
warna sebagai koleksi. Ada entrok yang berenda, ada juga yang biasa saja. Dia
sekarang memiliki berbagai warna lengkap: hitam, putih, merah, dan lain-lain.
Penulis
menghadirkan entrok sebagai sebuah pengajaran bahwa payudara perempuan adalah
mahkota yang sangat berharga, dan harus benar-benar dijaga agar tetap terlihat
indah. Tetapi karena kondisi ekonomi di tempat tinggal Marni yang sebagian
besar adalah penduduk miskin, sehingga mereka tidak terlalu mempedulikan
payudara mereka.
Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari
novel ini. bagian menarik adalah ketika Marni telah menikah dan menjadi orang
kaya di desa Singget. Tanahnya berhektar-hektar, dengan rumah yang bagus hingga
bisa menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi. Dari kekayaan inilah dia
seringkali mendapat perlakuan tidak adil baik dari warga sekitar maupun pihak
pemerintah.
Jaman orde baru telah memberikan kesengsaraan
bagi masyarakat kala itu, terutama dwi fungsi yang semakin membuat ketentraman
masyarakat tidak lagi terjamin. Mereka selalu menarik pajak yang sangat tinggi
kepada para pedagang, terutama pedagang duit dan juragan tebu seperti Marni.
Dia harus rela kehilangan uang ketika sewaktu-waktu tentara itu datang dan
berdalih menarik uang keamanan.
Kekurangan:
Saya menemukan sebuah kejanggalan pada
novel ini: seorang perempuan yang buta huruf dan tidak tahu angka seperti Marni
bahkan bisa menjadi rentenir yang pekerjaan utamanya adalah menghitung uang.
Komentar
Posting Komentar