O - EKA KURNIAWAN

 

 

Identitas Buku:

Judul buku                  : O

Penulis                         : Eka Kurniawan

Cetakan pertama         : Maret 2016

Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama

Ketebalan                    : 470 halaman

ISBN                           : 978 – 602 – 03 – 2559 – 0

 

Resensi

            Dari beragam karya yang ditulis oleh Eka Kurniawan, cenderung memiliki aliran surealis, namun sesekali diselipi lelucon dan getir-getir kehidupan, sarat kritik dan maksud terselubung. Salah satunya adalah novel O, sebuah terobosan baru pada karya yang diciptakan oleh Eka Kurniawan.

Novel ini menceritakan tentang monyet yang ingin menjadi manusia. Monyet-monyet ini memperoleh pengetahuan mengenai perubahan wujudnya sebagai manusia melalui dongeng para pendahulu yang diceritakan secara turun-temurun. Setiap hari mereka memperoleh doktrin bahwa seekor monyet akan dapat menjadi manusia apabila mampu menjadi anggota dari sirkus topeng monyet. Dengan begitu, mereka dapat meniru perilaku manusia, mengerti suasana hati manusia, bahkan jika beruntung mereka akan berubah menjadi manusia.

Hal ini bermula dari seekor monyet bernama Armo Gundul. Konon, dia adalah monyet pertama yang mampu berubah menjadi seorang manusia. Dengan jalan yang cukup berat dan panjang, melalui sirkus topeng monyet dan kesabaran yang luar biasa, Armo Gundul berhasil melewati berbagai rintangan yang bahkan tidak bisa dihadapi oleh monyet-monyet lain. Untuk menjadi manusia, bagi seekor monyet bukanlah persoalan gampang. Mereka harus keluar dari hutan menuju ke kota, dari kota itulah mereka akan mengenal dunia luar. Terkadang mereka akan mati karena tertabrak mobil, atau mereka akan mati kelaparan, bahkan mereka bisa saja mati karena tersiksa oleh sirkus topeng monyet yang dicari-cari.

Tapi berbagai rintangan tersebut tidak menyurutkan semangat Entang Kosasih yang juga merupakan kekasih O untuk mengikuti jejak Armo Gundul. Lelaki yang sudah bertunangan dengan O ini bersikukuh untuk menjadi manusia dan mengesampingkan rencana pernikahannya yang akan tiba tidak lama lagi. Entang Kosasih mempelajari sifat-sifat manusia dan melihat gerak-gerik mereka sebelum akhirnya menghilang karena tertembak revolver yang dimiliki oleh seorang polisi bernama Sobar.

O mengira bahwa hilangnya Entang Kosasih setelah tertembak revolver merupakan sebuah tanda bahwa dirinya berusaha untuk mencari sirkus topeng monyet sebagai upaya dalam mewujudkan keinginannya untuk menjadi seorang manusia. Selama kepergian Entang Kosasih, O hanya terus berpikir mengenai cara menjadi seorang manusia agar bisa mengikuti jejak Entang Kosasih, dan tentu saja Armo Gundul. O pergi meninggalkan hutan yang sudah merupakan habitatnya sejak lama dan memilih untuk ke kota mencari sirkus topeng monyet.

Setelah pencarian yang cukup lama, akhirnya O menemukan sirkus topeng monyet yang diharapkan. Sekarang dia tidak lagi monyet liar yang dapat hidup bebas, bergelantung dari satu pohon ke pohon lain, makan pisang dan bermain-main dengan monyet lain. Hidup O hanya didedikasikan sepenuhnya kepada pawang sirkus topeng monyet bernama Betalumur.

Sayangnya, sirkus topeng monyet milik O tidak seindah yang dibayangkan. Tuannya adalah seorang pemabuk yang sangat kejam. Dia bisa saja tidak memberi makan O, demi mendapatkan seember bir untuk bersenang-senang dengan alam bawah sadarnya. Sesekali O harus menerima siksaan dari Betalumur ketika monyet itu tidak menuruti perintah Betalumur.

Dalam perjalanan menjadi seekor monyet yang ingin menjadi manusia, O bertemu dengan seekor anjing kecil bernama Kirik. Kirik selalu memberikan peringatan kepada O bahwa keinginannya adalah hal yang tidak masuk akal. Tetapi O menyangkal ucapan Kirik, karena dirinya sudah merasa sangat yakin bahwa seekor monyet dapat berubah menjadi manusia, seperti yang telah dialami Entang Kosasih dan Armo Gundul.

Perjalanan panjang O tidak menyurutkan niatnya untuk menjadi seorang manusia. Terutama ketika Betalumur menyukai musik dangdut dari Sang Kaisar yang diyakini O bernama Entang Kosasih. Setiap kali pulang dari sirkus dan melewati pasar, O selalu memandangi poster Kaisar Dangdut, jantungnya berdebar-debar dan bibirnya tak mau mengatup, terus memaksakan kehendak untuk membuka lebar.

Betalumur yang mengetahui hal tersebut langsung membeli poster Entang Kosasih untuk sesekali menyenangkan hati O. Rasa cinta O kepada Kaisar Dangdut tidak pernah pudar sampai Betalumur resmi dinyatakan hilang. Kehilangan Betalumur membawa kesedihan yang mendalam bagi O. Meskipun tuannya adalah orang yang kejam, tetapi hari-hari bersamanya tidak dapat terlupakan. Bagaimanapun keadaannya, Betalumur tetaplah satu-satunya harapan O untuk menjadi manusia.

Setelah kepergian Betalumur, Mimi Jamilah memelihara O sembari mengajaknya mengamen dari satu bis ke bis yang lain, juga mencari Betalumur dengan jalan tersebut. Tetapi pencarian itu hanya membuang waktu, dan tidak membuahkan hasil yang sesuai. Di tengah gulana itu, Mimi Jamilah mencoba untuk mengirim surat kepada Mama Inang (asisten Entang Kosasih) agar bisa bertemu dengan Kaisar Dangdut. Pertemuan itu terasa sangat singkat, namun dapat sedikit mengobati kekecewaan O karena takdir untuk menjadi seorang manusia tak kunjung berpihak kepadanya.

Dalam perjalanan, pengembaraan, dan kelana tokoh-tokoh novel O ini membawa kita pada sebuah penyadaran bahwa setiap mahluk hidup selalu memiliki keinginan yang harus dicapai melalui kerja keras. Bukan perihal manusia yang ingin menjadi hewan, ataupun sebaliknya. Biar bagaimanapun, kerja keras yang kita lakukan tidaklah berbuah sia-sia sekalipun keinginan yang diciptakan melalui buah pikiran tersebut bersifat mustahil. Keinginan-keinginan tersebut akan berbuah dalam tiga hal yaitu langsung dikabulkan, atau berupa wujud lain, atau bahkan ditunda sampai waktu yang tepat.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sujiwo Tejo "Lupa Endonesa"

ENTROK - OKKY MADASARI

Bukan Pasar Malam – Pramoedya Ananta Toer