SEPERTI DENDAM RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS



Dalam proses membaca sebuah buku, terutama karya sastra memerlukan ketelitian, niat dan ingatan yang kuat. Karena dengan begitu kita akan tidak hanya menjadi penikmat, melainkan pembaca yang kritis. Resensi adalah salah satu media yang bisa digunakan oleh pembaca untuk memberikan informasi mengenai buku yang telah dibaca kepada calon pembaca yang lain. Selain itu, resensi juga dapat menjadi sebuah referensi bagi pembaca untuk dapat menciptakan karya sastra yang serupa dengan buku bacaannya atau bahkan lebih baik lagi. Dengan begitu, status kita tidak hanya sebagai pembaca yang memiliki pengalaman terhadap buku-buku, tetapi kita juga bisa berstatus sebagai penulis lewat langkah kecil ini.
Salah satu resensi saya kali ini adalah mengenai buku yang berjudul "Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas" dengan niat yang teguh, saya cukup memerlukan waktu sepuluh hari untuk menghabiskan 243 halaman buku ini. Target-target yang saya buat sendiri ternyata cukup ampuh dalam menuntaskannya. Berikut adalah hasil yang saya dapatkan mengenai buku "Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas"

IDENTITAS BUKU
Judul Buku: Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama: Mei 2014
Cetakan Kedua: November 2014
Cetakan Ketiga: Desember 2015
Cetakan Keempat: Mei 2016
ISBN: 978-602-03-2470-8
Ketebalan: 243 halaman

SINOPSIS
            Novel ini mengisahkan tentang seorang lelaki bernama Ajo Kawir yang memiliki burung, tetapi burung miliknya adalah burung yang sangat tenang. Dia bisa tidur dengan sangat nyenyak dan membuat tuannya kebingungan. Ajo Kawir terus melakukan berbagai solusi untuk membuat burungnya terbangun seperti burung milik para lelaki pada umumnya.
            Burung miliknya sudah melihat beberapa perempuan cantik yang telanjang bulat dan genit-genit, tapi dia tetap saja tertidur pulas, tidak ada yang menarik bagi burung yang bisa membuatnya terbangun. Segalanya berawal dari masa kecil yang sedikit nakal. Ajo Kawir sebenarnya adalah anak baik-baik. Dia rajin sholat, mengaji, dan selalu membaca buku tentang surga dan neraka untuk diceritakan kepada orang-orang. Semua akan baik-baik saja apabila si Tokek tidak hadir dan memengaruhinya sehingga menjadi anak yang nakal. Suatu malam, mereka berdua selalu mengintip rumah pak lurah. Di sana mereka menemukan sepasang kekasih yang sedang berbulan madu sebelum tidur. Ini adalah petualangan seru yang mereka lakukan setiap malam. Mereka selalu mengintip di dinding luar rumah yang sengaja diberi lubang agar mempermudah untuk mengintip. Kebiasaan mengintip masih berlangsung dan menjadi rutinitas mereka. Hingga tanpa sengaja si Tokek pergi ke rumah Rona Merah (perempuan sinting yang ditinggal mati suaminya). Malam-malam dia mengintip di balik tembok rumah Rona Merah yang kata Wa Sami tidak boleh diajak bicara itu. Ternyata, dia menemukan sesuatu yang lebih menarik dibanding rumah pak lurah.
            Keesokan harinya, Si Tokek kembali ke rumah Rona Merah dan mengajak Ajo Kawir agar mereka dapat berbagi kebahagiaan. Mereka membuat dua lubang kecil untuk mengintip perempuan sinting tersebut. Malam itu mereka menunggu lama untuk menyaksikan semua ini. Dengan penuh rasa bosan, Ajo Kawir ingin segera pulang dan tidur tapi ditahan oleh Si Tokek. Memang benar, penantian mereka tidaklah sia-sia. Rona Merah yang semenjak tadi terdiam, tiba-tiba dihampiri oleh dua orang polisi di rumahnya. Mereka mengurus Rona Merah seperti memandikannya, membereskan semua yang berantakan, dan sebagai hiburan, mereka menyetubuhi Rona Merah. Si Tokek dan Ajo Kawir mengintipnya di balik dinding sebelum akhirnya ketahuan dan Ajo Kawir dipaksa oleh kedua polisi itu untuk menyetubuhi Rona Merah juga. Dari sanalah kemaluan Ajo Kawir tidak bisa berdiri lagi sampai pada usia dewasa dan menikahi Iteung.
            Penyesalan terus muncul saat ia menikahi Iteung tetapi dia bukanlah lelaki sempurna tanpa seekor burung peliharaan yang bisa bangun. Amarahnya hanya bisa diluapkan dengan menghajar orang yang bahkan tidak bersalah sekalipun. Tapi lambat laun burung itu memberinya pelajaran, bahwa hidup seseorang adalah tentang nafsu, dan hanya manusia yang dapat mengendalikan nafsu kehidupan.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Eka Kurniawan mampu menceritakan tokoh dengan masing-masing karakternya. Ciri khas yang dimiliki oleh penulis ini adalah selalu bermain dengan alur, pada halaman tertentu bisa menjadi alur maju, kemudian pada halaman selanjutnya kita diajak untuk mengingat kembali kejadian masa lalu cerita tersebut.
Saya tidak menemukan kekurangan dalam cerita ini. Karena banyak makna tersirat dalam cerita yang dibuatnya. Eka Kurniawan juga mampu memberikan nama tokoh dengan unik seperti Iwan Angsa, Si Tokek, Rona Merah, Mono Ompong, Si Macan yang seakan juga memberikan gambaran terhadap karakter masing-masing tokoh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sujiwo Tejo "Lupa Endonesa"

ENTROK - OKKY MADASARI

Bukan Pasar Malam – Pramoedya Ananta Toer