SAMAN - AYU UTAMI
Dalam proses membaca sebuah buku, terutama
karya sastra memerlukan ketelitian, niat dan ingatan yang kuat. Karena dengan
begitu kita akan tidak hanya menjadi penikmat, melainkan pembaca yang kritis.
Resensi adalah salah satu media yang bisa digunakan oleh pembaca untuk
memberikan informasi mengenai buku yang telah dibaca kepada calon pembaca yang
lain. Selain itu, resensi juga dapat menjadi sebuah referensi bagi pembaca
untuk dapat menciptakan karya sastra yang serupa dengan buku bacaannya atau
bahkan lebih baik lagi. Dengan begitu, status kita tidak hanya sebagai pembaca
yang memiliki pengalaman terhadap buku-buku, tetapi kita juga bisa berstatus
sebagai penulis lewat langkah kecil ini.
Salah satu resensi saya kali ini adalah
mengenai buku yang berjudul "SAMAN" dengan niat yang teguh, saya
cukup memerlukan waktu seminggu untuk menghabiskan 206 halaman buku ini.
Target-target yang saya buat sendiri ternyata cukup ampuh dalam menuntaskannya.
Berikut adalah hasil yang saya dapatkan mengenai buku "SAMAN"
Identitas buku:
Judul buku :
SAMAN
Penulis :
Ayu Utami
Cetakan pertama : April 1998
Cetakan ke-34 : Juli 2017
Penerbit :
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
ISBN :
978-979-91-0570-7
Ketebalan :
206 halaman
Resensi:
Buku
ini menceritakan tentang tokoh Saman beserta para sahabatnya yang berjuang
melawan kekejaman rezim orde baru. Mereka bertekad untuk membantu menyuarakan
hak-hak rakyat agar terbebas dari belenggu kemiskinan, dan menuju pada
kebebasan. Kemerdekaan seakan menjadi hal yang sulit untuk digapai, karena
suara rakyat terus dibungkam dalam penjara dan siksaan.
Tokoh
Saman, pejuang kesejahteraan warga dalam menanam getah karet yang sudah
dijalankan sejak lama itu telah dirampas haknya oleh orang-orang berduit. Saman,
pemuda dengan nama asli Wis ini turut andil dalam perjuangan warga setempat
untuk meraih kebahagiaan, demi seorang perempuan bernama Upi yang sudah
dianggap gila oleh semua orang.
Sisi
menarik dapat ditemukan pada kisah perjalanan Sihar dan Laila. Sosok perempuan
yang dianggap sebagai objek bagi masyarakat, beserta nilai-nilai feminisme
dikemas secara menarik dalam buku ini. laila, perempuan yang memegang prinsip
kebencian terhadap lelaki ini justru nekat menghalalkan berbagai cara untuk mengejar
Sihar, yang dianggapnya sebagai cinta sejati.
Buku ini mengajarkan kepada kita, bahwa akar
dari semua ini adalah kenyamanan. Tak peduli pangkat, derajat, ataupun fisik
seseorang, karena cinta mengajarkan tentang kenyamanan pada pandangan pertama. Dengan
kenyamanan itulah Laila, gadis cantik itu rela kehilangan keperawanannya demi
Sihar.
Arus feminisme sangat kuat dalam cerita
yang dibawakan pada buku ini. di mana sosok Upi, perempuan yang sudah dianggap
gila ini, berhasil menemukan kesenangannya dengan bersetubuh pada lawan jenis
manapun. Penulis dengan lihai menyampaikan kritik lewat tulisan-tulisannya
dalam buku ini, betapa kejamnya rezim orde baru dalam memperlakukan kaum
perempuan, sehingga memicu kemunculan gerakan feminisme, seperti yang
dijelaskan secara tersirat maupun tersurat pada halaman terakhir di buku ini.
- Manusia berasal dari kosong dan kembali pada kosong
- Kasih datang dengan cara yang aneh, setelah kita hampir terlibat dalam suatu kesedihan
- Kisah adalah pengalaman, yang tak memiliki jalan keluar lain
- Hirarki dalam keluarga yang seringkali ditolak kaum feminis, sebetulnya memungkinkan laki-laki dan perempuan mengasah rasa kasih. Memang perempuan terkesan sebagai obyek, tetapi sesungguhnya obyek untuk disayang.
Komentar
Posting Komentar