sabdo cinta angon kasih
Sabdo Cinta Angon Kasih – Sujiwo Tejo
Dalam proses membaca sebuah buku, terutama
karya sastra memerlukan ketelitian, niat dan ingatan yang kuat. Karena dengan
begitu kita akan tidak hanya menjadi penikmat, melainkan pembaca yang kritis.
Resensi adalah salah satu media yang bisa digunakan oleh pembaca untuk
memberikan informasi mengenai buku yang telah dibaca kepada calon pembaca yang
lain. Selain itu, resensi juga dapat menjadi sebuah referensi bagi pembaca
untuk dapat menciptakan karya sastra yang serupa dengan buku bacaannya atau
bahkan lebih baik lagi. Dengan begitu, status kita tidak hanya sebagai pembaca
yang memiliki pengalaman terhadap buku-buku, tetapi kita juga bisa berstatus
sebagai penulis lewat langkah kecil ini.
Salah satu resensi saya kali ini adalah
mengenai buku yang berjudul "Sabdo Cinta Angon Kasih" dengan niat
yang teguh, saya cukup memerlukan waktu seminggu untuk menghabiskan 190 halaman
buku ini. Target-target yang saya buat sendiri ternyata cukup ampuh dalam
menuntaskannya. Berikut adalah hasil yang saya dapatkan mengenai buku "Sabdo
Cinta Angon Kasih"
Identitas buku:
Judul buku :
Sabdo Cinta Angon Kasih
Penulis :
Sujiwo Tejo
Cetakan pertama : November 2018
Penerbit :
PT Bentang Pustaka
ISBN :
978-602-291-514-0
Ketebalan : 251 halaman
Resensi:
Sujiwo
Tejo, seorang penulis ini telah menerbitkan beberapa buku yang sebagian besar
tokoh-tokohnya adalah mengenai pewayangan. Hal ini dikarenakan kedudukan beliau
yang telah dikenal masyarakat sebagai seorang dalang. Salah satunya adalah buku
yang akan saya bahas kali ini berjudul “Sabdo Cinta Angon Kasih”
Pada
buku ini, saya menemukan tokoh-tokoh pewayangan yang diceritakan sebagai media
dalam penyampaian pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Melalui sebuah
cerpen yang berisi 40 kisah dan terdiri atas 4 bab ini, Sujiwo Tejo mampu
menyampaikan isu-isu tentang politik, terutama pemilu di tahun ini melalui
tokoh “Mbok Jamu.” Seperti yang dituliskannya pada sampul belakang buku ini,
beliau menyampaikan alasan mengenai terpilihnya Mbok Jamu sbagai media
penyampaian kritik, yakni karena Mbok Jamu telah menjadi sumber kebahagiaan
bagi orang-orang yang datang kepadanya karena Mbok Jamu mampu menjadi “konco
wingking” seorang tokoh Mbok Jamu ini dianggap sebagai penentu dalam kemenangan
pilpres tahun kapan pun.
Dari
pernyataan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pendeskripsian mbok
jamu seperti pada umumnya memiliki ciri fisik tubuh yang seksi, wajah yang
cantik rupawan, kemudian suaranya yang membahana dapat menarik laki-laki untuk
datang dan membeli dagangannya. Kemudian saya menangkap bahwa, dengan ciri
fisik yang menguntungkan tersebut, membuat daya tariknya terhadap lawan jenis
menjadi begitu kuat, sehingga dalam ketertarikan tersebut akan tercipta
obrolan-obrolan menarik tanpa kenal waktu, yang kemudian bisa saja berakhir dengan
obrolan mengenai pilpres.
Sebagai
pembaca, saya menilai bahwa pengangkatan tema mengenai pemiluan ini sangatlah
tepat, mengingat banyaknya rakyat yang bahkan rela untuk memecah persatuan
negeri ini demi memperjuangkan pilihannya masing-masing. Kegelisahan semacam
itu telah dituangkan Sujiwo Tejo melalui bukunya yang satu ini dengan pemilihan
tokoh Mbok Jamu sebagai objek dalam cerita.
Tokoh
Mbok Jamu yang diceritakan cantiknya menyerupai Dewi Candrawati, putri Prabu
Brawijaya V ini telah menjadi perbincangan Sabdo Palon dan Budak Angon pada
buku ini. kritik yang menarik mengenai pemerintah dalam perbaikan Indonesia ke
depannya dengan mengangkat kasus-kasus yang sering terjadi seperti korupsi, dan
perpecahan rakyat akibat mempertahankan argumen mereka dalam memilih calon
pemimpinnya nanti. Kebebasan berekspresi dan ciri khas Sujiwo Tejo sangat
nampak pada gaya bahasanya yang juga menggunakan bahasa jawa pada beberapa kalimat
dalam setiap cerita.
Hal-hal menarik lain yang dapat ditemui adalah kutipan kalimat yang mampu membuat pembaca merenungi sejenak makna yang terkandung di dalamnya seperti berikut:
Hal-hal menarik lain yang dapat ditemui adalah kutipan kalimat yang mampu membuat pembaca merenungi sejenak makna yang terkandung di dalamnya seperti berikut:
- Penjajahan itu korset, kemerdekaan itu daster, dan kita sedang memakai korset di dalam daster
- Bagaimana mereka akan mendapuk seseorang menjadi begitu atau begitu kalau belum pernah menangis bersama riwayatnya? Bagaimana kita akan tertawa bersama seseorang kalau belum pernah menjadi bagian yang sah dari tangisnya?
- Ada kamu yang berbicara pada lapis-lapis kamu di dalam dirimu, sampai ke lapis kamu yang terdalam dan lebih dekat dari urat nadimu
Komentar
Posting Komentar